Monday, 12 November 2012

Bapak, Guru Sekaligus Pahlawan Literasi Dalam Hidupku


Literasi merupakan pintu gerbang bagi kemajuan suatu bangsa. Literasi tidak hanya terkait dengan kegiatan membaca dan menulis saja tapi secara luas terkait dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan ‘membaca’ situasi sosial disekitar kita yg kemudian menciptakan suatu pemikiran yg visioner, menciptakan inovasi dan solusi yg bermanfaat bagi dirinya, bagi lingkungannya dan bagi bangsanya.

Cobalah kita sejenak merenungi tragedi yg mengejutkan warga dunia baru-baru ini yaitu tentang  pahlawan literasi dari Pakistan, Malala Yousafzai yg nyaris ditembak mati oleh Taliban. Malala adalah aktivis muda yg memperjuangkan hak anak perempuan Pakistan untuk bisa belajar dan bersekolah. Walau usianya baru 15 tahun namun ia tahu bahwa pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak-anak Pakistan, baik itu  bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Malala berharap pendidikan yg baik akan membawa generasi mendatang terbebas dari belenggu peperangan dan kemiskinan yg selama ini menimpa negrinya.


Di negri kita Indonesia juga banyak pahlawan-pahlawan literasi yg tanpa lelah berjuang untuk mendidik anak-anak Indonesia menjadi pintar dan berpikiran maju. Termasuk didalamnya ada peran para guru yg telah memperkenalkan indahnya dunia literasi pada saat kita masih dibangku sekolah. Dan bagi saya, guru yg paling berjasa dalam kemajuan literasi saya adalah bapak saya sendiri.

Bapak kebetulan seorang guru yang mengajar di salah satu sekolah dasar di Jakarta. Beliau paham betul akan manfaat memperkenalkan budaya literasi sejak dini. Walau gaji beliau sebagai guru pas-pasan tapi bapak tetap memberikan akses yg besar bagi anak-anaknya untuk belajar dan membaca buku-buku bergizi. Buku-buku yg diperkenalkan bapak pada saya saat masih kecil bukan hanya buku-buku dongeng seperti Cinderella atau Putri Salju tapi juga buku-buku terkait perkembangan iptek, keragaman budaya Indonesia, pengetahuan alam semesta sampai tentang tokoh-tokoh dunia. 

Saya masih ingat sekali dengan buku pemberian bapak saat masih SD dan menjadi buku favorit saya hingga kini. Buku itu berjudul “100 Tokoh yg Paling Berpengaruh Dalam Sejarah” yg ditulis oleh Michael H. Hart. Buku ini begitu menarik karena berisi kisah inspiratif perjuangan para pemikir dunia serta para penemu-penemu di masa silam dan pengaruh mereka bagi kemajuan umat manusia masa kini. Dari buku itulah saya mengenal perjuangan Nabi Muhammad menyebarkan agama Islam, Isaac Newton sang jenius penemu hukum gravitasi, lalu ada  Michael Faraday sang penemu listrik yg senang hidup sederhana.


Sampai saya dewasa, bapak (dan juga saya) selalu rajin membeli buku-buku bagus. Hingga akhirnya kami sekeluarga mempunyai perpustakaaan rumah sendiri. Perpustakaan rumah ini kami nilai sudah cukup lengkap karena memuat berbagai buku-buku tentang agama, sejarah, kebudayaaan Indonesia, pendidikan, psikologi, teknologi, novel, kamus, ada juga majalah-majalah beraneka macam topik dari mulai majalah anak, majalah remaja, majalah wanita sampai majalah desain, semuanya ada. Wah, seandainya dulu perpustakaan di sekolah selengkap ini pasti saya semakin betah di sekolah. 

Bapak jugalah yang mengenalkan saya dengan dunia tulis menulis. Beliau mengajarkan bagaimana tata cara menulis yang baik dan menyarankan untuk membuka kamus jika ada kata yg tidak dipahami. Bapak pulalah yang mengajarkan saya cara menulis puisi yg indah dan bermakna. Walhasil, sekarang bisa dibilang saya sama jagonya dengan bapak dalam hal membuat puisi dan tulisan. Yap! Beliau adalah guru menulis pertamaku sekaligus pahlawan literasi dalam hidupku.

Kegiatan membaca dan menulis sejak kecil inilah yg membawa saya meraih pendidikan tinggi sampai sarjana serta membuatku mampu berbagi pemikiran melalui tulisan. Namun yang paling membahagiakan adalah bahwa bapak memberikan kesempatan yg sama pada saya untuk mendapatkan pendidikan tinggi seperti halnya pada kakak laki-laki saya. 

Sungguh indah seandainya setiap guru di Indonesia mempunyai semangat yg tinggi dalam memberikan pendidikan literasi bagi anak-anak didiknya, baik itu bagi anak didiknya yg laki-laki maupun perempuan. Karena dengan meratanya pendidikan literasi maka bangsa kita tidak lagi dipandang rendah oleh bangsa lain. Kita tidak lagi menjadi budak di negeri sendiri. Dan setiap anak Indonesia akan tumbuh menjadi manusia Indonesia berakhlaq mulia yg mempunyai optimisme tinggi dan senantiasa berkontribusi positif untuk negerinya tercinta, Indonesia. 

Sumber foto :
-http://www.unric.org/
-corbis.com 

No comments:

Post a Comment