Literasi merupakan pintu gerbang bagi kemajuan suatu bangsa. Literasi tidak hanya terkait dengan kegiatan membaca dan menulis saja tapi secara luas terkait dengan kemampuan berpikir kritis dan kemampuan ‘membaca’ situasi sosial disekitar kita yg kemudian menciptakan suatu pemikiran yg visioner, menciptakan inovasi dan solusi yg bermanfaat bagi dirinya, bagi lingkungannya dan bagi bangsanya.
Cobalah kita sejenak merenungi tragedi yg mengejutkan warga dunia baru-baru ini yaitu tentang pahlawan
literasi dari Pakistan, Malala Yousafzai yg nyaris ditembak mati oleh Taliban.
Malala adalah aktivis muda yg memperjuangkan hak anak perempuan Pakistan
untuk bisa belajar dan bersekolah. Walau usianya baru 15 tahun namun ia tahu
bahwa pendidikan sangatlah penting bagi masa depan anak-anak Pakistan, baik
itu bagi anak laki-laki maupun anak perempuan. Malala berharap pendidikan yg baik akan
membawa generasi mendatang terbebas dari belenggu peperangan dan kemiskinan yg selama
ini menimpa negrinya.
Di negri kita Indonesia juga banyak pahlawan-pahlawan
literasi yg tanpa lelah berjuang untuk mendidik anak-anak Indonesia menjadi
pintar dan berpikiran maju. Termasuk didalamnya ada peran para guru yg telah
memperkenalkan indahnya dunia literasi pada saat kita masih dibangku sekolah. Dan
bagi saya, guru yg paling berjasa dalam kemajuan literasi saya adalah bapak
saya sendiri.
Bapak kebetulan seorang guru yang mengajar di salah
satu sekolah dasar di Jakarta. Beliau paham betul akan manfaat memperkenalkan
budaya literasi sejak dini. Walau gaji beliau sebagai guru pas-pasan tapi bapak
tetap memberikan akses yg besar bagi anak-anaknya untuk belajar dan membaca
buku-buku bergizi. Buku-buku yg diperkenalkan bapak pada saya saat masih kecil bukan
hanya buku-buku dongeng seperti Cinderella atau Putri Salju tapi juga buku-buku
terkait perkembangan iptek, keragaman budaya Indonesia, pengetahuan alam
semesta sampai tentang tokoh-tokoh dunia.
Saya masih ingat sekali dengan buku pemberian bapak
saat masih SD dan menjadi buku favorit saya hingga kini. Buku itu berjudul “100
Tokoh yg Paling Berpengaruh Dalam Sejarah” yg ditulis oleh Michael H. Hart.
Buku ini begitu menarik karena berisi kisah inspiratif perjuangan para pemikir dunia serta
para penemu-penemu di masa silam dan pengaruh mereka bagi kemajuan umat manusia masa kini.
Dari buku itulah saya mengenal perjuangan Nabi Muhammad menyebarkan agama Islam, Isaac Newton sang jenius penemu hukum gravitasi, lalu ada
Michael Faraday sang penemu listrik yg senang hidup sederhana.
Sampai saya dewasa, bapak (dan juga saya) selalu rajin
membeli buku-buku bagus. Hingga akhirnya kami sekeluarga mempunyai
perpustakaaan rumah sendiri. Perpustakaan rumah ini kami nilai sudah cukup
lengkap karena memuat berbagai buku-buku tentang agama, sejarah, kebudayaaan
Indonesia, pendidikan, psikologi, teknologi, novel, kamus, ada juga majalah-majalah
beraneka macam topik dari mulai majalah anak, majalah remaja, majalah wanita
sampai majalah desain, semuanya ada. Wah, seandainya dulu perpustakaan di sekolah
selengkap ini pasti saya semakin betah di sekolah.
Bapak jugalah yang mengenalkan saya dengan dunia tulis
menulis. Beliau mengajarkan bagaimana tata cara menulis yang baik dan
menyarankan untuk membuka kamus jika ada kata yg tidak dipahami. Bapak
pulalah yang mengajarkan saya cara menulis puisi yg indah dan bermakna.
Walhasil, sekarang bisa dibilang saya sama jagonya dengan bapak dalam hal membuat
puisi dan tulisan. Yap! Beliau adalah guru menulis pertamaku sekaligus pahlawan
literasi dalam hidupku.
Kegiatan membaca dan menulis sejak kecil inilah
yg membawa saya meraih pendidikan tinggi sampai sarjana serta membuatku
mampu berbagi pemikiran melalui tulisan. Namun yang paling membahagiakan adalah
bahwa bapak memberikan kesempatan yg sama pada saya untuk mendapatkan
pendidikan tinggi seperti halnya pada kakak laki-laki saya.
Sungguh indah seandainya setiap guru di
Indonesia mempunyai semangat yg tinggi dalam memberikan pendidikan literasi
bagi anak-anak didiknya, baik itu bagi anak didiknya yg laki-laki maupun perempuan. Karena
dengan meratanya pendidikan literasi maka bangsa kita tidak lagi dipandang
rendah oleh bangsa lain. Kita tidak lagi menjadi budak di negeri sendiri. Dan setiap
anak Indonesia akan tumbuh menjadi manusia Indonesia berakhlaq mulia yg mempunyai
optimisme tinggi dan senantiasa berkontribusi positif untuk negerinya tercinta,
Indonesia.
Sumber foto :
-http://www.unric.org/
-corbis.com
Sumber foto :
-http://www.unric.org/
-corbis.com
No comments:
Post a Comment